INSERTMALUT.COM – Indonesia yang katanya negara paling menjujung tinggi atas hukum dan keadilan sosial justru menjadi algojo, parktik yang bertujan perampasan tanah atas nama pembangunan dan investasi tambang kian marak terjadi. Anehnya masyarakat adat dan petani yang mempertahankan hak mereka demi kelangsungan hidup di cap sebagai pemberontak. Negara yang menjadikan diskriminalisasi sebagai senjata untuk membungkam perawanan-perlawanan yang di lakukan masyarakat.
Salah satunya terjadi di sebuah desa lebih tepatnya desa maba di kabupaten halmahera timur provinsi maluku utara, tanah yang di garap dan di lindungi tiba-tiba di tetapkan sebagai wilayah konsensi tambang. Keputusan ini di ambil tampa persetujuan masyarakat. Ketika masyarakat menolak dan melakukan aksi damai aparat datang bukan berdialog dengan masyarakat, melainkan tindakan intImidasi yang di lakuan terhadap masyarakat setempat.
Sebelas masyarakat adat maba sangaji yang melakukan penolakan justru di anggap pemberontak oleh aparat. Penolakan yang di lakukan masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi melainkan memperjuangkan tanah adat yang menjadi identitas mereka. Negera seharusnya menghormati hak masyarakat adat atas tanah dan ruang hidup mereka guna melindung serta melestarikan tanah adat yang ada bukan sebagai pemodal untuk kepentingan pribadi.
Penolakan yang di lalukan oleh sebelas masyarakat adat maba sangaji di anggap sebagai ancaman oleh aparat. Seringkali masyarakat adat dituduh anti investasi atau menghambat kemajuan. Tapi mereka tak pernah menolak perubahan yang mereka lawan adalah pemaksaan. Mereka tidak menjual tanah karena itu warisan nenek moyang. Ketika mereka bertahan itu karena mereka tahu kalau bukan mereka siapa lagi?
Tindakan ini memicu banyak penolakan dari berbagai pihak kalangan, terutama kalangan masyarakat maba dan kalangan mahasiswa yang ada di Maluku Utara. Aparat dengan landasannya itu mengatakan demi kemajuan suatu daerah, namun yang dilakukan aparat adalah tindakan perampasan yang pada akhirnya berujung penangkapan sebelas masyarakat adat maba sangaji yang berusaha membela tanah leluhur mereka.
Eksploitasi yang di lakukan aparat tidak pantas karena tanpa persetujuan adalah hak yang sah menurut hukum nasional maupun internasional. Situasi ini mencerminkan kegagalan negara dalam menjalankan prinsip keadilan sosial sebagaimana diamanatkan konstitusi. Alih-alih melindungi rakyat kecil, aparat justru menjadi alat pemodal. Hukum dipelintir menjadi pelindung kepentingan korporasi.
Kami mengacam dan menolak segala bentuk penangkapan, penindasan dan kekerasan terhadap sebelas masyarakat maba sangaji. Dengan ini kami menyatakan kepada seluruh masyarakat maba sangaji di halmahera timur dengan penuh solidaritas, yang saat ini sedang memperjuangkan tanah adat dan tanah leluhur mereka dari korporasi atas perampasan yang terjadi dan di bungkam lewat kriminalisasi terhadap sebelas masyarakat maba sangaji di halmahera timur. (*)
Oleh: sahrul rustam
“Mahasiswa Unkhair Fakultas Pendidikan Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia”