Perda Tambang dan Peternakan Disahkan

Sofifi15 Dilihat
SOFIFI,IMc – DPRD Provinsi Maluku Utara bersama Pemerintah Provinsi Maluku Utara resmi mengesahkan dua Peraturan Daerah (Perda) dalam Rapat Paripurna ke-44 Masa Persidangan Ketiga Tahun Sidang 2024/2025, Jumat (12/9/2025) di Kantor DPRD Malut di Sofifi, Kota Tidore Kepulauan.
Kedua Perda tersebut adalah: Perda tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Perda tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Wilayah Pertambangan (PPM).
Ketua DPRD Maluku Utara, Iqbal Ruray, menyampaikan bahwa pengesahan dua Perda ini telah melalui proses pembahasan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan. “Seluruh fraksi menyetujui pengesahan, disertai catatan-catatan untuk perhatian dalam pelaksanaan,”ungkapnya.
Juru Bicara Bapemperda, Pardin Isa, menjelaskan bahwa Perda Peternakan akan memperkuat layanan kesehatan hewan dan menjamin kualitas hasil peternakan. Sementara Perda PPM menegaskan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi hak masyarakat, sebagaimana diamanatkan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Wakil Gubernur Maluku Utara, H. Sarbin Sehe, menyampaikan apresiasi atas sinergi antara DPRD dan Pemprov dalam menyelesaikan pembahasan dua regulasi strategis ini.
Sorotan Fraksi Gerindra
Saat interupsi, Wakil Ketua Fraksi Gerindra, Mislan Syarif, menegaskan pentingnya pelaksanaan Perda PPM secara maksimal. Ia menyoroti ketimpangan antara potensi pendapatan tambang dengan kontribusi yang diterima daerah. Misalnya, salah satu perusahaan disebut menghasilkan 700 ribu metrik ton per tahun, dengan nilai produksi mencapai Rp1,7 triliun, namun kontribusi PPM hanya sekitar Rp200 juta. Mislan meminta Pemda berpikir serius dalam mengoptimalkan manfaat sumber daya alam bagi masyarakat.
Fraksi Hanura Walk Out
Fraksi Hanura memilih walk out dari ruang sidang sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap proses dan substansi pembahasan dua Ranperda tersebut, khususnya Perda PPM.
Meski secara prinsip mendukung regulasi yang berpihak kepada masyarakat lingkar tambang, Fraksi Hanura menilai Perda PPM seharusnya sudah disiapkan sejak diterbitkannya izin tambang nikel pada 2009, bersamaan dengan lahirnya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
Fraksi Hanura mencatat bahwa pelaksanaan PPM selama ini cenderung bersifat sukarela dan tidak sesuai ketentuan, serta tidak melibatkan pemerintah daerah secara sistematis. Hal ini berdampak pada kebocoran anggaran dan tidak tepat sasarannya program pemberdayaan.
Catatan dan Keberatan Fraksi Hanura
Zonasi Wilayah Terdampak (Pasal 9 & Lampiran Juklak PPM): Harus diatur secara jelas dalam bentuk Ring 1, 2, dan 3, agar distribusi program PPM adil dan proporsional.
Blueprint PPM (Pasal 6): Pemerintah Daerah wajib segera menyusun cetak biru PPM sebagai dasar Rencana Induk PPM oleh perusahaan, sesuai Keputusan Menteri ESDM No. 1824 K/30/MEM/2018.
Pembiayaan (Pasal 20): Fraksi Hanura mendesak agar ditetapkan besaran minimal 2%–4% dari laba bersih untuk pembiayaan PPM, agar tidak dianggap sekadar “sumbangan sosial”.
Pelaporan (Pasal 21): Laporan realisasi program harus dipublikasikan kepada masyarakat dan dilaporkan ke DPRD, guna menjamin transparansi dan akuntabilitas.
Peran Daerah dan UMKM (Pasal 6 & 17): Keterlibatan masyarakat lokal, UMKM, serta Pemda kabupaten/kota masih sebatas formalitas. Fraksi Hanura menilai partisipasi mereka harus diperkuat.
Pengawasan (Pasal 24–25): Pengawasan tidak hanya oleh gubernur, tetapi harus melibatkan DPRD dan masyarakat sipil sebagai bagian dari fungsi check and balance.
Penolakan Fraksi Hanura
Dengan mempertimbangkan berbagai catatan tersebut, Fraksi Hanura menyatakan menolak pengesahan Ranperda PPM sebelum dilakukan penyempurnaan substansi dan penguatan regulasi agar benar-benar berpihak pada masyarakat dan daerah penghasil tambang. (um)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *